A. Asal
Nama Minangkabau
Nama
Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu
dikaitkan dengan suatu legendakhas Minang
yang dikenal di dalam tambo.Tambo Minangkabau adalah karya sastra sejarah yang merekam kisah-kisah
legenda-legenda yang berkaitan dengan asal-usul suku bangsa, negeri dan tradisi
dan alam Minangkabau. Tambo Minangkabau ditulis dalam bahasa Melayu yang berbentuk prosa. Tambo berasal dari bahasa Sanskerta, tambay yang
artinya bermula.
Dalam tradisi masyarakat
Minangkabau, tambo merupakan suatu warisan turun-temurun yang disampaikan
secara lisan. Kata tambo atau tarambo dapat
juga bermaksud sejarah, hikayat atau riwayat. Maknanya sama dengan kata babad dalam bahasa Jawa atau bahasa Sunda.Penulisan
tambo Minangkabau, pertama kali dijumpai dalam bentuk aksara Arab dan berbahasa Minang.
Sedangkan penulisan dalam bentuk latin baru dikenal pada awal abad ke-20, yang
isinya sudah membandingkan dengan beberapa bukti sejarah yang berkaitan.
Naskah tambo Minangkabau sebagian
besar ditulis dengan huruf Arab-Melayu (huruf Jawi), dan sebagian kecil ditulis
dengan huruf Latin. Jumlah naskah yang sudah ditemukan
adalah 83 naskah. Judulnya bervariasi, antara lain Undang-Undang
Minangkabau, Tambo Adat, Adat Istiadat Minangkabau,Kitab
Kesimpanan Adat dan Undang-Undang, Undang-Undang Luhak Tiga Laras,
dan Undang-Undang Adat.
Tambo
di Minangkabau secara garis besar dibagi dua bagian utama:
·
Tambo adat, yang mengisahkan adat, sistem pemerintahan, dan
undang-undang tentang pemerintahan Minangkabau di masa lalu.
Penyampaian
kisah pada tambo umumnya tidak tersistematis, sementara kisahnya kadang kala
disesuaikan dengan keperluan dan keadaan, sehingga isinya dapat berubah-rubah
menurut kesenangan pendengarnya.
Namun
demikian pada umumnya Tambo Minangkabau adalah karangan saduran, oleh
sipenyadur tidak menyebutkan sumbernya sehingga seolah-olah merupakan hasil
karyanya. Ada 47 buah tambo asli Minangkabau yang tersimpan di berbagai perpustakaan
di luar negeri, 10 diantaranya ada di Perpustakaan Negara Jakarta, satu sama
lainnya merupakan karya saduran tanpa di ketahui nama asli pengarangnya.
Dalam bahasa Minangkabau di Provinsi Jambi terdapat adanya variasi.
Variasi tersebut ditemukan, baik dalam bidang fonologi, morfologi, maupun
leksikon. Secara geografis, variasi-variasi tersebut muncul dan digunakan di
daerah tertentu. Berdasarkan analisis unsur fonologis, di Provinsi Jambi
ditemukan 20 unsur yang memperlihatkan adanya variasi. Berdasarkan analisis
unsur morfologis, ditemukan 5 unsur yang memperlihatkan adanya variasi,
sedangkan berdasarkan analisis unsur leksikal, bahasa Minangkabau di Provinsi
Jambi juga memperlihatkan adanya unsur-unsur yang bervariasi. Berdasarkan
jumlah variasi unsur leksikal ini, bahasa Minangkabau di Provinsi Jambi dapat
dikelompokkan atas 2 dialek, yaitu dialek Minangkabau Jambi (MJ) dan dialek
Karanganyar (Ka).
Setelah dialek dari masing-masing daerah
dilihat hubungannya dengan dialek bahasa Minangkabau yang ada di Sumatera
Barat, dapat disimpulkan bahwa dialek MJ (kecuali TP 18, 19, dan 20), termasuk
satu kelompok dialek dengan dialek Kotobaru (Kb) yang ada di Sumatera Barat.
Terbentuknya dialek-dialek tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain: faktor asal-usul (daerah asal), faktor geografis, dan faktor perhubungan.
Secara
histori sosiologi sastra lahir dengan adanya kelemahan analisi struktur. Dengan
mengembalikannya pada masyarakat, maka simbol-simbol akan memperoleh kekuatan,
validitas, sekaligus objektivitas. Tema karya-karya sastra para pengarang Balai
Pustaka jelas dikondisikan oleh masyarakat Minangkabau, dengan penokohan dan
kejadian yang cenderung mengikuti pola-pola cerita lama seperti hikayat,
dilukiskan dengan menggunakan kalimat-kalimat panjang, dan seterusnya.
B. Sastra Minangkabau
Sastra Minangkabau
adalah sastra yang hidup dan dipelihara dalam masyarakat Minangkabau,
baik lisan maupun tulisan.
Jenis
Sastra Minangkabau :
1.
Puisi
Puisi dalam sastra Minangkabau dapat digolongkan dalam
beberapa jenis yaitu: mantra , pantun,
talibun, pepatah-petitih, dan syair.
·
Mantra
Mantra adalah
puisi yang tertua dalam sastra Minangkabau dan dalam berbagai bahasa daerah
lainnya. Mantra dalam kesusastraan Minagkabau, menjelaskan bahwa mantra masih
digunakan oleh dukun / pawang. Dalam sastra mMinangkabau ini, mantra dapat
digunakan pada waktu pembangunan rumah, mengobati orang sakit, dan juga pada
saat menuai padi di sawah.
Contoh :
·
Mantra menuai Padi
Silansari – bagindo sari
Silansari
banyak – sari bagadun
Angkau
banamo – banyak namo
Si
lansari – ka aku tuai
Urang
kinari – pai barameh
Urang
singakarak – pai mandulang
Si
lansari aku – jaanlah cameh
Ka
ku tuai – ku bao pulang
Hai
silansari – bagindo sari
Molah
kito – pulang ka rumah
Sarato
jo rajo – rajo angkau
·
Pantun
Pada umumnya pantun sudah dikenal terdiri dari 4
baris, bersajak ab-ab, dua baris awal berupa sampiran, dan dua baris akhir
berupa isi.
Contoh :
Baburu
ka padang data
Dapeklah ruso balang kaki
Baguru kapalang aja
Bak bungo kambang tak jadi
·
Talibun
Talibun banyak persamaannya dengan pantun, talibun
terdiri atas 6 barisdalam suatu kalimat atau ungkapan yang mengandung
pengertian baris, bersajak abc-abc, tiap baris awal berupa sampiran, dan tiga
baris akhir berupa isi.
Contoh:
Panakiak pisau sirauik
Ambiak galah batang lintabuang
Silodang ambiak ka niru
Nan satitiak jadikan lauik
Nan sakapa jadikan gunuang
Alam takambang jadikan guru
·
Pepatah – Petitih
Pepatah-petitih adalah suatu kalimat atau ungkapan
yang mengandung pengertian yang dalam, luas, tepat, halus, dan hiasan. Hal ini
disebabkan oleh kecenderungan watak masyarakat Minangkabau yang lebih banyak
menyampaikan sesuatu secara sindiran. Kemampuan memahami sindiran dianggap pula
sebagai ciri kearifan.
Fungsi utama
pepatah-petitih adalah nasihat.
Contoh :
Duduk
marauk ranjau, tagak maninjau jarak
·
Syair
Syair juga terdapat dalam sastra Minangkabau. Syair
adalah puisi yang terdiri atas 4 baris, bersajak aaaa, dan keempat barisnya
berupa isi.
Contoh :
Rebab
pesisir Malinkundang
Curito
kajadian diranah Minang
Iyo
hikayat Malin Kundang
Awak
layia Bapak bapulang
Mande
lah tingga jo rang bujang
O
sajak mudo (diek oi )bapaknyo mati
Iduik
mande mancari kayu api
Anak
dibao pagi- pagi
Ka
dalam rimbo kayu dicari
Pergi
pagi pulanglah petang
Kalau
untung dapat beras segantang
Untuk
pembeli cabe dan bawang
Begitu
nasib ibu Malin Kundang
2. Prosa
Jenis
sastra Minangkabau yang tergolong prosa terdiri atas curito (cerita), kaba, undang-undang, dan tambo. Berikut ini akan
dijelaskan satu per satu, yaitu:
A. Curito
Curito
(cerita) merupakan cerita yang pendek, sederhana. Isinya bersifat dongeng dan
bahsanya bahasa prosa biasa, bukan prosa berirama seperti dalam kaba.
·
Dongeng
Dongeng
adalah cerita yang dipercayai tidak pernah terjadi atau cerita khayalan semata.
·
Legenda
Cerita
yang tergolong legenda dalam sastra rakyat Minangkabau tidak begitu banyak.
B. Kaba
Kaba adalah cerita prosa yang
berirama, berbentuk narasi(kisahan) dan tergolong cerita panjang. Kaba ini sama
dengan hikayat dalam sastra indonesia lama. Kaba tergolong sastra lisan (oral
literature), suatu karya sastra yang disampaikan secara lisan dengan didendangkan
atau dilagukan.
Kaba berfungsi sebagai hiburan
perlipur lara dan sebagai nasihat, pendidikan moral yang mengisahkan peristiwa
yang menyedihkan, pengembaraan, dan penderitaan, kemudian berakhir dengan
kebahagiaan.
C. Jenis adat di
Minangkabau
Adat Minang
mencakup suatu spektrum dari yang paling umum hingga yang paling khusus, dari
yang paling permanen dan tetap hingga yang paling mercurial dan sering
berubah-ubah, bahkan ad-hoc. Di sini adat Minang disebut Adat nan Ampek.
1) Adat nan
Sabana Adat, adat yang paling stabil dan umum, dan sebenarnya
berlaku bukan hanya di Minangkabau saja, melainkan di seluruh alam semesta ini.
Disepakati bahwa adat yang sebenarnya adat adalah Hukum Alam atau Sunnatullah,
dan Hukum Allah yang tertuang di dalam ajaran Islam. Dengan mengambil Alam
takambang menjadi guru adat Minang dapat menjamin kompatibilitasnya untuk
segala zaman dan dengan demikian menjaga kelangsungannya di hadapan budaya
asing yang melanda. Masuknya agama Islam ke
Minangkabau, juga telah melengkapi Adat Minang itu menjadi kesatuan yang
mencakup unsur duniawi dan unsur transedental.
2) Adat nan Teradat adalah peraturan yang dibuat dengan kata mufakat oleh ninik mamak Pemangku adat dalam satu-satu negari guna untuk merealisir peraturan pokok dari adat Minangkabauyakni adat yang Diadatkan, dimana peraturan pelaksanaan ini senantiasa disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat selama tidak bertentangan dengan peraturan pokok.
3) Adat nan Diadatkan. Adat Minang menjadi adat Minang adalah karena suatu identitas dengan kesatuan etnis dan wilayah : adat Minang adalah adat yang diadatkan oleh Orang Minang, di Minangkabau. Jadi adat Minang itu sama di seluruh Minangkabau, dan setiap orang Minang be dan leluasa membuat penyesuaian-penyesuaian, maka adat itu akan bertahan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya akan sense of order. Tidak ada unsur paksaan yang akan terasa jika adat itu monolitik dan seragam di seluruh wilayah.
4). Adat Istiadat ialah adat yang terjadi dengan sendirinya karena interaksi antar anggota masyarakat dan antar anggota masyarakat dengan dunia luar. Dinamakan juga adat sepanjang jalan yang datang dan pergi, dan ditolerir selama tidak melanggar adat yang tiga di atas. Pengakuan akan adanya adat-sitiadat ini menjadikan adat Minang lebih komplit dan memberi ruang bagi anggota masyarakat untuk bereksperimen dengan hal-hal baru dan memperkaya budayanya.
Empat macam
adat diatas adalah adat Minang semuanya dan menjadi suatu kesatuan yang utuh.
Keempatnya tidak dapat dipisahkan, dan tidak dapat dikatakan adat Minang kalau
kurang salah satu: Bukanlah adat Minang jika hanya terfokus pada adat istiadat
akan tetapi melawan Hukum Alam. Dan buknlah pula adat Minang jika hanya
berbicara tentang pengangkatan Penghulu, tetapi tidak memberi ruang untuk
berlakunya adat istiadat yang dipakai oleh orang kebanyakan.
Keren artikelnya!
BalasHapusKeren artikelnya!
BalasHapus